Minggu, 05 Juni 2022

Tindakan Aksi Nyata Modul 3.1.a.10

 

Tindakan Aksi Nyata Modul 3.1.a.10

Pengambil Keputusan Sebagai Pemimpin Pembelajaran

           

Yekti Eriani, S.Pd

CGP Angkatan 4 Kabupaten Sidoarjo

 

Peristiwa (Fact)

            Pelaksanaan pembelajaran tatap muka di SMP Negeri 3 Krian setelah pandemi berjalan dengan baik meskipun belum maksimal. Dalam pelaksanaan proses pembelajaran untuk kelas 9 yang sudah mendekati akhir pembelajaran, muncul banyak masalah dan kendala terkait nilai-nilai para murid yang masih banyak belum menuntaskan tugas-tugasnya. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi guru sebagai pemimpin pembelajaran untuk menghadapi permasalahan tersebut. Berawal dari keluhan bapak/ibu guru tentang adanya beberapa  murid yang masih belum menyelesaikan tugas dan tingkat kehadiran yang rendah, kami berkoordinasi dengan Kepala Sekolah, Waka Kurikulum, Guru BK dan bapak ibu guru untuk membahas serta merekap siapa saja murid yang bermasalah dan selanjutnya diadakan penanganan serta pencarian solusi yang terbaik. Ada beberapa masukan terkait permasalah murid-murid tersebut, beberapa berpendapat sebaiknya murid tersebut tidak diluluskan saja karena memang sudah banyak melanggar aturan sekolah, ada juga yang berpendapat untuk memberikan kesempatan dan diluluskan saja atas pertimbangan rasa kasihan.

 Menurut saya peristiwa ini menarik untuk dibahas karena sesuai dengan modul 3.1 tentang pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran. Berdasarkan permasalahan di atas saya melihat bahwa ada dilema etika yang dialami guru dan sekolah. Saya mencoba memberikan masukan kepada sekolah untuk melakukan identifikasi permasalahan-permasalahan yang dihadapi murid berdasarkan 4 paradigma, 3 prinsip, dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan dengan pendekatan melakukan demi kebaikan orang banyak serta prinsip Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking).

Setelah kami melakukan identifikasi dan home visit, ditemukan fakta bahwa ada murid yang terkendala dalam menuntaskan tugas dikarenakan faktor ekonomi, permasalahan keluarga dan psikologi murid yang labil. Para murid tersebut sering tidak masuk sekolah karena mereka membantu orang tua untuk memenuhi kebutuhan keluarga dengan bekerja sehingga mereka tidak fokus dengan sekolahnya. Ada juga karena keluarganya broken home sehingga kurang perhatian dan kasih sayang orang tua. Bahkan ada murid yang mengalami gangguan psikologi dengan mengurung dirinya di kamar selama beberapa bulan. Dari hasil identifikasi kami berkoordinasi dengan guru BK, Wali Kelas, Wakil Kepala Sekolah dan staf kurikulum untuk mencari jalan keluar/solusi untuk kebaikan sekolah dan murid. Langkah yang pertama dengan memanggil orang tua, melakukan konseling kepada murid, melakukan konferensi kasus dengan Kepala Sekolah, kemudian mencari solusi bersama untuk para murid tersebut agar bisa lulus dengan tetap bertanggung jawab memenuhi kekurangan tugas-tugasnya.

Konferensi kasus bersama Kepala Sekolah, Guru BK, Wali kelas, dan Orang tua

 

Konseling Individu

 

Rapat Koordinasi pengambilan keputusan

 


Rapat Bersama dewan guru untuk mengambil keputusan bersama

 

Dari hasil koordinasi bersama disepakai bahwa para murid yang bermasalah tetap diberi kesempatan untuk memperbaiki kekurangannya sebagai syarat untuk tetap bisa lulus dengan wajib menyelesaikan terlebih dahulu tugas-tugas yang akan diberikan. Dalam kesempatan tersebut saya mencoba memberikan alternatif solusi yaitu bapak ibu guru harus menyiapkan soal dan tugas untuk para murid bermasalah tersebut dengan grade soal yang lebih mudah dengan tujuan agar para murid dapat menyelesaikan tugasnya dengan lebih baik. Alasan saya mengambil keputusan tersebut adalah karena melihat latar belakang dari kasus-kasus yang dihadapi murid tersebut ternyata cukuplah kompleks. Alternatif solusi yang saya tawarkan pada akhirnya disepakati dan disambut baik oleh Kepala Sekolah serta bapak/ ibu guru sehingga permasalahan ini bisa teratasi dan menjadi jalan tengah terbaik untuk semua pihak. Langkah yang diambil dengan tetap memberikan tugas kepada murid tersebut sesungguhnya adalah upaya kami sebagai pemimpin pembelajaran yang harus mengajarkan kepada para murid tentang pentingnya bertanggung jawab terutama berhubungan dengan pendidikan dan masa depan mereka. Dengan memberikan kesempatan untuk tetap lulus berarti kami telah menujukkan usaha untuk mencegah para murid tersebut memikul beban yang bertambah berat untuk masa depannya.

 

Perasaan (Feelings)

            Perasaan saya sangat senang setelah berhasil menerapkan aksi nyata sesuai materi modul 3.1 dalam permasalahan nyata di sekolah, karena dengan menerapkan 4 pardigma, 3 prinsip dan 9 langkah pengambilan keputusan tersebut ternyata bisa memberikan solusi yang terbaik bagi semua pihak yaitu untuk para murid itu sendiri, orang tua murid, para guru, dan sekolah. Hal yang paling berkesan adalah saat para murid tersebut berusaha dan sanggup menyelesaikan tugas kelulusan yang diberikan oleh bapak/ ibu guru tepat waktu, bahkan beberapa diantaranya bisa menunjukkan hasil yang sangat memuaskan. Sehingga ketika Kepala Sekolah menyatakan di dalam rapat bersama Dewan Guru bahwa para murid tersebut dinyatakan layak untuk diluluskan, saya benar-benar sangat lega mengetahui keputusan tersebut.

 

 

Pembelajaran (Findings)

            Dari masalah tersebut beberapa hal yang dapat saya ambil sebagai bahan pembelajaran diantaranya adalah bahwa dengan pemahaman dan fokus yang baik terhadap masalah yang dihadapi (dan menerapkan 4 paradigma, 3 prinsip, serta 9 langkah pengambilan keputusan) maka akan dapat diambil suatu keputusan yang diharapkan bisa diterima semua pihak sebagai solusi terbaik. Mencari solusi terbaik dari suatu masalah dengan cara pandang positif yang lebih berfokus pada kelebihan bukan terhadap kelemahan terbukti bisa memberikan ruang solusi cukup signifikan dalam menyelesaikan masalah ini. Memandang masalah hanya dengan berfokus pada kekurangan dapat menimbulkan masalah baru, tetapi sebaliknya dengan mengoptimalkan fokus pada kelebihan ternyata dapat menghasilkan solusi permasalahan yang terbaik.

 

Penerapan kedepan (Future)

            Menyelesaian masalah dengan menerapkan 4 paradigma, 3 prinsip, dan 9 langkah pengambilan keputusan ke depan diharapkan dapat menjadi budaya baru yang lebih sering digunakan untuk membantu mencari alternatif solusi terbaik. Pembudayaan tersebut bisa didorong untuk mulai disosialisasikan kepada rekan sejawat melalui berbagai diskusi penyelesaian masalah seperti dalam setiap kegiatan rapat dan koordinasi bersama.

Dengan lebih sering digunakannya budaya ini, guru sebagai pemimpin pembelajaran akan terlatih dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah terutama yang berkaitan dengan proses pembelajaran serta kegiatan pendukung lainnya di sekolah. Perubahan pola pikir dalam menghadapi masalah juga akan mulai mengarah ke cara pandang positif terhadap kekuatan dan potensi diri serta asset di sekitar lingkungan sekolah.

Kamis, 30 Desember 2021

MODUL 1.4 AKSI NYATA


PENERAPAN  4 KATA AJAIB SEBAGAI BUDAYA POSITIF

DI SMPN 3 KRIAN

Yekti Eriani, S.Pd – CGP Angkatan 4 – Kab. Sidoarjo

 

Latar Belakang

            Mengingat bahwa tujuan dari pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantara adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada diri anak agar mereka sebagai manusia serta anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya dimana kita semua juga percaya dan meyakini bahwa tujuan penting sekolah adalah sebagai tempat pembentukan karakter agar para siswa sukses secara moral menjadi individu yang berbudi pekerti luhur dan sukses secara akademik menjadi individu berwawasan global serta mampu mengimplementasikan potensinya di masyarakat kelak, maka mutlak diperlukan rancangan program-program terbaik dalam proses pembentukan karakter di sekolah, salah satunya adalah melalui usaha Penerapan Budaya Positif dalam proses pembelajaran sehari-hari di lingkungan sekolah.

Dalam rangka menciptakan suasana lingkungan belajar yang baik dan dapat menumbuh kembangkan potensi diri para siswa secara maksimal, maka dibutuhkan suatu konsep budaya yang dapat mendukung terbentuknya karakter positif yang bisa menjadi dasar nilai-nilai fundamental dalam pengembangan diri para siswa. Salah satunya melalui penerapan 4 Kata Ajaib di lingkungan SMPN 3 Krian. Aksi nyata ini betujuan untuk lebih memaksimalkan lagi kekerabatan sosial agar semua merasa sebagai satu kesatuan utuh yang mampu maju dan bergerak bersama untuk berprestasi sebagai keluarga besar SMPN 3 Krian dalam menjalankan kegiatan pembelajaran sehari-hari

Deskripsi Aksi Nyata yang dilakukan

Budaya positif dengan penerapan 4 Kata Ajaib ini wajib diterapkan oleh siswa-siswi SMPN 3 Krian ketika berkomunikasi dengan Kelapa Sekolah, Guru Tenaga Pendidik, Staf Administrasi, para tamu sekolah, serta sesama siswa SMPN 3 Krian. Tahapan pengenalan 4 Kata Ajaib ini dilakukan dengan cara memasang poster-poster di tempat-tempat strategis yang mudah terlihat dan dibaca para siswa seperti di pintu gerbang sekolah, perpustakaan, kantin sekolah, ruang laboratorium sekolah, dan tempat-tempat strategis lainnya menggunakan bahasa yang lugas dan jelas, kemudian mulai disosialisasikan oleh Bapak/ Ibu guru.

Penerapan Budaya Positif diawali dengan membuat kesepakatan kelas guna menumbuhkan karakter disiplin positif yang kuat untuk mendorong motivasi intrinsik pada diri para siswa. Nantinya diharapkan para siswa secara sadar mau bertanggung jawab akan pilihan-pilihan yang telah disepakati bersama sebelumnya sebagai sebuah kesepakatan kelas, sedangkan peran guru adalah memberikan arahan dan bimbingan agar kesepakatan kelas tersebut dapat dijalankan sebaik mungkin. Salah satu program Calon Guru Penggerak dalam melakukan aksi nyata membangun karakter siswa adalah penerapan budaya positif melalui penerapan 4 Kata Ajaib di lingkungan sekolah yang diharapkan mampu  menumbuhkan budaya saling menghargai dan menghormati orang lain.

Kata “permisi” harus menjadi budaya untuk diucapkan setiap kali para siswa meminta kesempatan agar diberi jalan kepada teman atau warga sekolah yang lain. Hal ini harus dilakukan terutama di dalam kelas ketika para siswa saling berinteraksi dalam proses pembelajaran. Tujuan utama dari pengucapan kata ini adalah untuk membiasakan diri dalam menunjukkan rasa hormat dan saling menghargai antar sesama siswa.

Kata “tolong” harus menjadi budaya untuk diucapkan setiap kali para siswa meminta tolong atau bantuan kepada teman atau warga sekolah lainnya. Hal ini harus dilakukan terutama di dalam kelas ketika para siswa saling berinteraksi dalam proses pembelajaran. Tujuan utama dari pengucapan kata ini adalah untuk membiasakan diri dalam menunjukkan rasa saling membutuhkan antar sesama siswa.

Kata “terima kasih” harus menjadi budaya untuk diucapkan setiap kali para siswa menerima pertolongan atau bantuan dari teman atau warga sekolah lainnya. Hal ini harus dilakukan terutama di dalam kelas ketika para siswa saling berinteraksi dalam proses pembelajaran. Tujuan utama dari pengucapan kata ini adalah untuk membiasakan diri dalam menunjukkan rasa terima kasih dan penghormatan atas pertolongan atau bantuan yang diberikan oleh sesama siswa.

Kata “maaf” harus menjadi budaya untuk diucapkan setiap kali para siswa melakukan kesalahan baik yang disengaja maupun yang tidak kepada teman atau warga sekolah yang lainnya. Hal ini harus dilakukan terutama di dalam kelas ketika para siswa saling berinteraksi dalam proses pembelajaran. Tujuan utama dari pengucapan kata ini adalah untuk membiasakan diri dalam menunjukkan rasa tanggung jawab dan mau mengakui kesalahan terhadap orang lain terutama sesama siswa.

Berikutnya selama proses pembelajaran berlangsung seluruh siswa sepakat menerapkan 4 Kata Ajaib ini dalam aktivitas belajar mereka dan mulai mempraktekkannya. Di sini tampak antusiasme para siswa untuk menerapkan budaya positif tersebut terutama dalam kegaitan diskusi kelompok dan pemaparan hasil kerja masing-masing kelompok.

Diakhir pembelajaran siswa diberikan kesempatan untuk memberikan tanggapan atas pembelajatran saat itu dengan penerapan budaya positif yang telah mereka sepakati bersama.

 

Hasil dari Aksi Nyata yang dilaksanakan

                                    Pengimbasan materi budaya positif terhadap teman sejawat 

            Aksi nyata budaya positif diawali dengan pengimbasan kepada teman sejawat, hal ini dilakukan untuk memberikan semangat bahwa penerapan budaya positif sangatlah penting dilakukan untuk pembentukan karakter yang baik bagi para siswa. Pentingnya peran kita sebagai seorang guru yang harus mampu menuntun siswa kearah yang baik dengan penerapan disiplin positif dan motivasi. Disiplin diri dapat membuat seseorang menggali potensinya menuju sebuah tujuan, sesuatu yang dihargai dan bermakna. Dengan kata lain disiplin juga mempelajari bagaimana kita mengontrol diri dan bagaimana menguasai diri untuk mengacu pada nilai-nilai yang kita hargai. Membuat keyakinan sekolah atau  kelas juga sangat penting karena merupakan dasar dari penerapan budaya positif yang akan dijalankan bersama dengan penuh kesadaran oleh seluruh siswa di kelas tersebut.

 

Pembuatan keyakinan kelas dengan melibatkan siswa

 

            Diawali dengan penyampaian pendapat mengenai keyakinan kelas seperti apa saja yang diinginkan oleh para siswa untuk dijalankan ke depannya. Setelah keyakinan kelas mendapatkan kesepakatan bersama maka dilanjutkan dengan menguatkan keyakinan kelas tersebut dengan cara menuliskannya dalam bentuk poster-poster dan menempelkannya di dinding kelas agar semua siswa selalu dapat mengingat dan mempraktekkannya. 

 
Pembuatan banner-banner motivasi tentang budaya positif

            Penerapan kata “tolong” dalam kelas bisa dicontohkan ketika para guru meminta kepada para siswa untuk dibantu membersihkan papan selama proses pembelajaran berlangsung dan terlihat bahwa siswa dengan sukarela dan penuh kesadaran memberikan bantuan untuk membersihkan papan tulis bahkan terkadang saling berebut untuk memberikan bantuan tersebut.

Penerapan Budaya Positif di kelas melalui teladan dari  guru

            Ketika di tengah proses pembelajaran berlangsung dan terdapat siswa yang meminta ijin untuk ke kamar kecil yang terpaksa lewat di depan para guru, maka mereka dengan penuh keyakinan mengucapkan kata “permisi” sambil merendahkan sedikit posisi tubuhnya sebagai bentuk penghormatan dan kesadaran tata krama para siswa.

 

Siswa mampu menerapkan keyakinan kelas yang sudah dibuat

            Sedangkan ketika para siswa mendapati masalah antar teman sekelas, maka para guru harus mampu untuk mendamaikan mereka dengan berpegang pada keyakinan kelas yang telah disepakati untuk saling memaafkan dengan penuh kesadaran tanpa meninggalkan masalah baru  antar sesama teman dengan menyampaikan kata “maaf” atau “terima kasih”.

 

Posisi kontrol guru sebagai manajer

Hal ini bisa tercapai ketika para guru menyelesaikan masalah antar siswa dengan menerapkan Segitiga Restitusi (Menstabilkan Identitas, Validasi Tindakan yang Salah, Menanyakan Keyakinan) sehingga dapat dicapai penyelesaian yang terbaik tanpa menimbulkan masalah baru serta tercapai kesepakatan solusi yang disadari secara penuh oleh para siswa yang bermasalah tersebut tanpa adanya tekanan atau keterpaksaan.

Setelah 1 minggu penerapan di lingkungan SMPN 3 Krian, terdapat peningkatan antusisme para siswa mengucapkan kata “permisi” dan “tolong” dalam proses pembelajaran di kelas. Berdasarkan laporan Bapak/ Ibu rekan pengajar lainnya juga dirasakan peningkatan implementasi 2 kata tersebut walaupun lebih sering diucapkan dalam dialek bahasa Jawa menjadi “nuwun sewu”  untuk kata “permisi” dan “nyuwun tulung” untuk kata “tolong”. Tetapi setidaknya dalam kurun waktu yang singkat terlihat mulai tertanam budaya positif dalam perilaku dan ucapan para siswa.

 

Pembelajaran yang didapat dari pelaksanaan (kegagalan atau keberhasilan)

Dari usaha dan hasil yang dilakukan selama kurun waktu 1 minggu dalam usaha penerapan budaya positif tersebut didapati fakta bahwa ketika antar siswa menerapkan salah satu dari 4 Kata Ajaib tersebut terbentuk suasana yang lebih akrab dan timbul saling menghargai satu sama lain terutama ketika saling mengucapkan “terima kasih” atau “matur nuwun” dalam dialek bahasa Jawa, Dalam proses pelaksanaan memanglah tidak mudah butuh keteladanan dari bapak ibu guru dan konsistensi yang kuat. Masih banyak juga siswa yang canggung dalam menerapkannya terhadap sesama teman tetapi mereka sudah mulai menerapkannya terhadap Bapak/ Ibu guru walaupun sedikit terpaksa.

Rencana perbaikan untuk pelaksanaan di masa mendatang

Berdasarkan hasil yang didapat selama 1 minggu tersebut dapat disimpulkan bahwa penerapan budaya positif ini dapat menciptakan suasana kondusif yang mendukung terciptanya atmosfer pembelajaran yang baik, terutama dengan mulai tampaknya sikap saling menghormati dan menghargai sehingga diharapkan ke depan mampu mereduksi gesekan antar siswa yang dapat menimbulkan masalah-masalah yang tidak diinginkan muncul dalam proses pembelajaran, seperti perkelahian, tawuran antar pelajar, atau perundungan siswa. Sehingga ke depan penerapan budaya ini akan terus disosialisasikan dengan lebih mengangkat dan menunjukkan hasil-hasil yang lebih positif lagi agar para siswa dapat lebih memahami pentingnya menerapkan 4 Kata Ajaib tersebut di lingkungan sekolah dan di masyarakat uumnya, salah satunya dengan memberikan predikat dan penghargaan bagi kelas paling kondusif dalam proses pembelajaran setiap bulannya atau dengan mengangkat sepasang Duta Kelas untuk lebih mensosialisasikan budaya positif ini di lingkungan SMPN 3 Krian.

Dokumentasi proses dan hasil pelaksanaan berupa foto-foto atau video-video singkat berikut caption/ narasi singkatnya.

Link youtube video aksi nyata : https://youtu.be/YjiJGQnIafo

Link youtube proses pembuatan keyakinan kelas : https://youtu.be/oZkePQ67Fkc

 

 


Jumat, 17 Mei 2019

Bahasa Jawa

Di jaman yang seperti ini kita tidak heran bahwa generasi muda sudah enggan atau bahkan tidak mau tahu dengan bahasa daerah mereka. Di sini saya sebagai guru khususnya bahasa Jawa selalu tidak bosan untuk selalu memberi motivasi kepada siswa-siswi saya untuk selalu ingat, menghargai dan menggunakan bahasa Jawa. Jangan pernah malu atau gengsi bila kamu menggunakan bahasa Jawa. Jangan pernah kamu melupakan bahasa Jawa karena bahasa Jawa merupakan salah-satu yang bisa membentuk karakter generasi bangsa.
Mahirlah kamu berbahasa Inggris, Bisa berbahasa Indonesia dan janganlah kamu melupakan bahasa Jawa. Itu yang selalu saya sampaikan kepada siswa-siswi saya agar mereka tetap mau untuk berbahasa Jawa.
Generasi muda indonesia ayo kita selalu bangga dan menunjukkan kepada bangsa lain bahwa kita mempunyai kekayaan yang tiada tara. Salah satunya berupa bahasa Jawa mari kita lestarikan, kita gunakan, kita kembangkan.
Saya membutuhkan dukungan kepada semua pihak untuk mengembangkan Basaha Jawa tersebut. Karena tidaklah mungkin saya bisa mewujudkan bila tanpa ada yang peduli kepada bahasa Jawa. Untuk sementara ini saya hanya bisa mengembangkan lewat tulisan ini dan lewat siswa-siswi saya. Alhamdulillah siswa-siswi saya sangat antusias saat saya beri pengertian bahwa betapa pentingnya bahasa Jawa sebagai jati diri bangsa kita.
Awal anak-anak sangat tidak menyukai bahasa Jawa tapi sekarang anak-anak sangat gemes dan menyukai bahasa Jawa karena saya menginginkan anak-anak selalu menggunkan bahasa Jawa saat berbicara dengan saya, hal itulah yang membuat anak-anak gemes dan selalu mencoba untuk berbicara berbahasa Jawa.

Terimakasih kepada : SMPN 3 KRIAN, siswa-siswi dan semua pihak yang masih peduli dengan bahasa Jawa.


Salam YEKTI ERIANI

Matur Nuwun

ARTIKEL PENELITIAN MAPEL BAHASA JAWA

PENINGKATAN KETERAMPILAN PIDATO BERBAHASA JAWA
DENGAN  METODE PEMODELAN

Yekti Eriani

Abstract
In this modern society, everything must be modern. Science and technology has changed our live, especially our culture. Basa Jawa as traditional Javanese language has been reduced in use by our own society. The globalization has made our society think and has a new perseption about their language. Must be seen modern when they talk with another person. In other side, Basa Jawa is unique language. It has a lot of philosophies in Javanese live. More than just a language.
Speaking is one of four aspects of basic ability on language. Every students in secondary school must have this basic learning, basic knowledge of speaking ability. By practicing speech ability in Basa Jawa, the students are hoped they will have more abilities in oral communications and increasing their confidents to use Basa Jawa.
In this observation, observer implement direct modeling methode to increase speech abilities of SMPN 3 Krian – Sidoarjo students especially IX-B class that contain of 32 students.
By using forecast and data analyst system to know effectivity of direct modeling methode on speech ability, the observer records, compares, and estimates observation data on four classified datas. 
The final results of this observation shows that the speech abilities of SMPN 3 Krian – Sidoarjo students could be increased by using direct modeling methode.

Keywords : modern, culture, Basa Jawa, society, speech, ability, modeling, increase.
__________________________________________________________
Yekti Eriani adalah Guru Muatan Lokal Bahasa Jawa SMPN 3 Krian – Sidoarjo


Dalam kehidupan masyarakat saat ini khususnya masyarakat Jawa, pemakaian bahasa Jawa yang benar dalam kehidupan sehari-hari saat ini sangatlah kurang. Hal ini dapat dilihat dari kemampuan komunikasi para siswa tingkat dasar khususnya pada Sekolah Menengah Pertama.
Berbicara adalah satu dari empat aspek dasar yang ingin dicapai dalam pembelajaran berbahasa. Dalam kenyataannya banyak siswa yang kurang mampu berbicara menggunakan bahasa Jawa secara tepat ketika berbicara dengan teman, guru, maupun orangtua. Melalui ketrampilan pidato berbahasa Jawa, siswa diharapkan mampu menggunakan bahasa Jawa yang tepat dalam kehidupan sehari-hari.
Bahasa Jawa merupakan salah satu jenis bahasa yang tergolong kompleks, baik dari segi tata bahasa, penggunaan (menggunakan berbagai tataran atau  undha-usuk), penulisan,  dan bahkan sampai pada materi pembelajaran bahasa Jawa itu sendiri ( mencakup beberapa bahan ajar disampaikan kepada siswa). Salah satunya adalah tentang pembelajaran yang berhubungan dengan keterampilan berbicara.
Sebagian besar siswa saat ini kurang mampu bertutur kata dengan menggunakan bahasa Jawa yang baik. Banyak faktor penyebab, salah satunya kebiasaan berbicara yang enggan mempergunakan bahasa Jawa,  baik di lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Sehingga kondisi tersebut sangat mempengaruhi hasil belajar bahasa Jawa siswa  SMP Negeri 3 Krian. Data terakhir, hasil pembelajaran bahasa Jawa pada pembelajaran Kopetensi Dasar Berpidato rata-rata hanya 30-40% saja siswa yang mampu mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal ( KKM ), sedangkan selebihnya cukup kesulitan dalam proses pencapaiannya.
Guna meningkatkan kemampuan siswa dalam ketrampilan berbicara khususnya berpidato, peneliti mengunakan pembelajaran kontekstual ( CTL ) dan metode Pemodelan (Modeling).
Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang dimulai dengan sajian atau tanya Jawab lisan ( ramah, terbuka, negosiasi ) yang terkait dengan dunia nyata kehidupan siswa (daily life modeling). Diharapkan siswa termotivasi, dunia pikiran siswa menjadi lebih konkret, suasana menjadi kondusif, nyaman, dan menyenangkan sehingga akan terasa manfaat dari materi yang akan disajikan. Prinsip pembelajaran kontekstual  adalah aktivitas siswa. Siswa terlibat langsung dan mengalami, tidak hanya menonton dan mencatat, tetapi melakukan pengembangan kemampuan bersosialisasi. 
Sedangkan Pemodelan ( modeling ) merupakan pemusatan perhatian, motivasi, penyampaian kompetensi-tujuan, pengarahan-petunjuk, rambu-rambu, dan contoh.
Dengan demikian keterampilan siswa diharapkan akan meningkat sebab seluruh siswa akan saling berinteraksi, saling berlatih dan saling mengungkapkan pengalaman belajarnya selama proses pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk selalu berusaha meningkatkan keterampilan berbicara khususnya berpidato.
Melalui penelitian ini penulis ingin mengetahui efektifitas penggunaan metode pemodelan langsung dalam meningkatkan kemampuan pidato berbahasa Jawa siswa. Sedangkan tujuan yang ingin dicapai 1) Meningkatkan keterampilan siswa dalam pidato berbahasa Jawa dengan menggunakan metode Pemodelan, 2) Mendorong siswa lebih termotivasi dan aktif dalam pembelajaran melalui  metode pemodelan secara langsung, 3) Menumbuhkan kepercayaan diri siswa dalam kegiatan berpidato, 4) Meningkatkan kemampuan daya kreatifitas guru dalam pembelajaran bahasa Jawa, 5) Memberikan gambaran tentang model pembelajaran yang bervariasi untuk meningkatkan kualitas pembelajaran bahasa Jawa, 6) Meningkatkan suasana pembelajaran bahasa Jawa yang menyenangkan yang terpusat kepada siswa, 7) Menambah literasi pengembangan kemampuan pidato berbahasa Jawa.
Hasil penelitian ini setelah diterapkan diharapkan akan bermanfaat bagi para guru yang ingin mengembangkan teknik pembelajaran pidato berbahasa Jawa dengan menggunakan sistem pemodelan langsung dalam upaya meningkatkan keterampilan penggunaan bahasa Jawa secara lisan. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian di Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Bahasa Jawa Kabupaten Sidoarjo sebagai salah satu pembaruan model pembelajaran Bahasa Jawa secara lisan.




Metode
 Pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah pendekatan kualitatif, sebab penelitian ini dilakukan karena ditemukan permasalahan pembelajaran di kelas. Permasalahan ini ditindak lanjuti dengan cara menguji coba sebuah model pembelajaran yang kemudian direfleksi, dianalisis dan dilakukan uji coba kembali dari siklus ke siklus berikutnya.
Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas, model Stephen Kemmis dan Mc. Taggart (1998), model ini menggunakan sistem spiral refleksi diri yang dimulai dari rencana, tindakan, pengamatan, refleksi dan perencanaan kembali yang merupakan dasar untuk suatu ancang-ancang pemecahan masalah.
Subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas IX-B SMP Negeri 3 Krian – Kabupaten Sidoarjo, dengan jumlah 32 siswa. Penelitian ini dilakukan dalam waktu 2 bulan yang dibagi dalam 2 siklus dengan prosedur penelitian masing-masing terdiri atas (1) rencana tindakan, (2) pelaksanaan tindakan, (3) observasi dan (4) refleksi.  Pengumpulan data dalam penelitian ini diperoleh melalui (1) observasi langsung oleh untuk mengukur kemampuan psikomotor siswa, (2) observasi langsung untuk mengukur perilaku berkarakter siswa, (3) Angket siswa, untuk mengukur tingkat ketertarikan siswa, (4) observasi yang dilakukan oleh teman sejawat untuk memberikan penilaian peningkatan dalam proses pembelajaran di kelas.
Analisis data dilakukan secara kuantitatif terhadap hasil psikomotor siswa dan kualitatif diambil dari hasil pengamatan selama pelaksanaan tindakan dan hasil angket siswa dipergunakan untuk klarifikasi hasil observasi yang dilakukan guru sekaligus untuk mengetahui peningkatan rasa percaya diri siswa.



Hasil dan Pembahasan
Penelitian terbagi dalam 2 siklus penilaian dan pengamatan. Pada siklus I, tahap persiapan pelaksanaan penelitian terdiri atas 1) Mempersiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), 1 bendel, 2) Media, berupa seperangkat perangkat audiovisual, 3) Bahan ajar, berupa Lembar Kerja Siswa (LKS), 4) Alat penilaian, berupa LP1, LP2, dan LP3, 5) Instrumen observasi,berupa LP 4, dan 6) Catatan lapangan (Note field). Pada tahap awal penulis melakukan observasi kelas untuk persiapan dan pemetaan tahap selanjutnya yang meliputi jumlah siswa, tata ruang, dan susunan bangku model U
Pada tahap pelaksanaan penelitian berdasarkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), penulis melaksanakan penelitian ini dibantu seorang teman sejawat pengajar mata pelajaran bahasa Jawa untuk mengamati selama proses pembelajaran dan memantau hasil penilaian siswa. Durasi yang digunakan adalah 2 x 40 menit yang dibagi dalam 4 (empat) kali pertemuan.
Pertemuan ke-1 pada pelaksanaan penelitian pada siklus I pertemuan ke-1 berdurasi 2 x 40 menit dengan topik bahasan keterampilan pidato berbahasa Jawa. Materi disampaikan dengan menggunakan media audiovisual, siswa diajak memperhatikan tata cara pidato dari beberapa sajian audiovisual yang ada.
Pertemuan ke-2 pada pelaksanaan penelitian siklus I pertemuan ke-2 berdurasi 2 x 40 menit yang digunakan untuk melakukan tahap penilaian dan pengambilan data siklus I, dimana setiap siswa secara bergantian diberikan waktu 1 (satu) menit untuk berpidato singkat di depan kelas dengan topik bebas yang harus disampaikan dengan bahasa Jawa serta dengan terlebih dahulu menyerahkan salinan (fotocopy) teks pidato yang akan dibawakan kepada guru sebagai bahan perbandingan dalam penilaian.
Pada tahap pengamatan atau observasi, proses pengajaran diamati oleh  seorang teman sejawat sebagai pengamat (observer) yang telah siap untuk menggunakan format observasinya dan mencatat serta memberikan penilaian-penilaian terhadap kriteria pengamatan untuk mempermudah menginterprestasikan kejadian selama dalam proses pengajaran tersebut. Selain itu, pengamat juga dibekali dengan catatan lapangan (note field), untuk mencatat jika ada kemungkiann ditemukannya kejadian-kejadian yang belum tercantum dalam lembar observasi.
Pada tahap refleksi, hasil pengamatan dalam lembar observasi siklus I direfleksikan dan diinterpretasikan untuk mendapatkan perbaikan, hal-hal yang masih dianggap kurang akan direncanakan kembali untuk proses perbaikan pada proses pembelajaran siklus II.
Pada siklus I, metode pengajaran menggunakan Pemodelan dengan media audiovisual dan diperoleh hasil (1) hasil refleksi pada siklus I, bahwa dari data Lembar Penilaian Psikomotor Siswa ( LP1 ) siklus I diperoleh > 60% (lebih dari enam puluh persen) siswa belum mencapai KKM, (2) Hasil refleksi Lembar Penilaian Perilaku Berkarakter ( LP2 ) siklus I diperoleh 43,75 % (empat puluh tiga koma tujuh lima persen) siswa kurang aktif berusaha belajar pidato berbahasa Jawa, (3) Hasil dari Lembar Angket Ketertarikan Siswa ( LP3 ) siklus I diperoleh data 50% (lima puluh persen) siswa menyatakan tidak tertarik ( memberikan Nilai D pada LP3 ) terhadap pengajaran Pidato berbahasa Jawa, (4) Hasil Lembar Penilaian Aktifitas Guru (LP4) diperoleh data > 60% (lebih dari enam puluh persen) peneliti sudah aktif dan bertanggung jawab terhadap siswa dalam pembelajaran pidato berbahasa Jawa. Sehingga perlu diadakan revisi terhadap rencana pengajaran (RPP) pada siklus II. Revisi RPP pada siklus II adalah menitik beratkan pada usaha pengajaran dengan Pemodelan secara langsung, dimana guru bertindak sebagai model langsung dalam pengajaran pidato berbahasa Jawa ini.
Revisi RPP yang telah dilakukan pada siklus I dilaksanakan pada siklus II pertemuan ke-1 dan ke-2, dimana Pemodelan secara langsung diobservasi sama dengan siklus I yaitu menggunakan LP1, LP2, LP3, dan LP4.
Pada Pertemuan ke-1 pada siklus II berdurasi 2 x 40 menit yang digunakan untuk melakukan tahap penilaian dan pengambilan data siklus II, dengan acuan pelaksanaan menggunakan RPP revisi dari hasil observasi siklus I pertemuan ke-2.
Selanjutnya guru memberikan contoh langsung pemodelan dan bertindak sebagai orator dengan mendemostrasikan langsung dihadapan siswa serta menunjukkan bentuk pidato berbahasa Jawa yang benar. Kemudian setiap siswa secara bergantian diberikan waktu 1 (satu) menit untuk berpidato singkat di depan kelas dengan topik bebas (boleh sama seperti pada siklus I pertemuan ke-2 dengan melakukan perbaikan tehnik berpidatonya atau dengan topik berbeda yang lebih sederhana dan dikuasai oleh siswa) yang harus disampaikan dengan bahasa Jawa serta terlebih dahulu menyerahkan salinan (fotocopy) teks pidato yang akan dibawakan kepada guru sebagai bahan perbandingan dalam penilaian. Selama proses berpidato dilakukan penilaian dan pencatatan pada LP1 dan LP2, sedangkan LP3 disampaikan kepada siswa setelah seluruh siswa telah selesai menyampaikan pidatonya. Pengamat atau observer tetap memberikan hasil penilaiannya atas pengamatannya terhadap proses pengajaran siklus II pertemuan ke-2 ini pada LP4.
Pertemuan ke-2 siklus II jika pada pertemuan ke-1 masih terdapat siswa yang masih belum menyampaikan pidato karena berbagai alasan atau karena alokasi waktu yang kurang, maka pada pertemuan-2 ini dapat dilanjutkan dengan langkah sama seperti pertemuan-1.
Dari hasil penilaian dan pengamatan baik terhadap perkembangan siswa maupun proses pengajaran yang dituangkan dalam LP1, LP2, LP3, dan LP4, maka penulis dapat melakukan pengolahan terhadap data yang diperoleh untuk langkah selanjutnya. Data LP1 diolah sesuai dengan kriteria penilaian terhadap psikomotor siswa dan dibandingkan dengan data dari hasil olahan pada siklus I, hasil olahan berupa data kuantitatif dengan rentang data 1-100 yang kemudian ditarik kesimpulannya setelah diperbandingkan. Data LP2 diolah sesuai dengan kriteria penilaian perilaku berkarakter siswa dan dibandingkan dengan data dari hasil olahan pada siklus I, hasil olahan berupa data kualitatif yang mencerminkan perilaku siswa terhadap pidato berbahasa Jawa, serta dapat ditarik kesimpulannya setelah diperbandingkan terhadap data pada siklus I. Data LP3 berupa angket tingkat ketertarikan siswa diolah dan diperbandingkan dengan data pada siklus I. Hasil olahan berupa data kualitatif yang mencerminkan tingkat ketertarikan siswa terhadap pengajaran pidato berbahasa Jawa, dan dapat ditarik kesimpulannya setelah diperbandingkan terhadap data pada siklus I. Data LP4 yang merupakan data pengamatan observer terhadap proses pengajaran pidato berbahasa Jawa juga diolah untuk lebih mengetahui aspek-aspek dan hal-hal yang dapat memperbaiki proses pengajaran pidato berbahasa Jawa secara keseluruhan, kemudian ditarik kesimpulan setelah  diperbandingkan terlebih dahulu terhadap data pada siklus I. Data ini bersifat kualitatif yang mencerminkan tingkat keberhasilan proses pengajaran pidato berbahasa Jawa setelah mengalami kajian dan revisi pada siklus II.
Dari hasil data LP1, LP2, LP3, dan LP4 baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif ditarik suatu hubungan yang dapat memberikan gambaran lebih jelas mengenai kelemahan maupun kelebihan metode pemodelan pada pengajaran pidato berbahasa Jawa ini.
Berdasarkan hasil refleksi pada siklus I, bahwa dari data Lembar Penilaian Psikomotor Siswa ( LP1 ) diperoleh 43,75 % (empat puluh tiga koma tujuh lima persen) atau setara 14 (empat belas) siswa belum mencapai KKM. Sedangkan pada siklus II setelah melalalui langkah perbaikan revisi RPP dan penerapan pemodelan langsung diperoleh 18,75 % (delapan belas koma tujuh lima persen) atau setara 6 (enam) siswa belum mencapai KKM. Peningkatan mencapai 25 % (dua puluh lima persen) atau setara 8 (delapan) siswa. Sehingga total siswa yang telah mencapai KKM menjadi 81,25 % (delapan puluh satu koma dua lima persen) atau setara 26 (dua puluh enam) siswa.
Berdasarkan hasil refleksi Lembar Penilaian Perilaku Berkarakter ( LP2 ) pada siklus I diperoleh 43,75 % (empat puluh tiga koma tujuh lima persen) atau setara dengan 14 (empat belas) siswa kurang aktif berusaha belajar pidato berbahasa Jawa. Sedangkan pada siklus II setelah melalui revisi RPP dan penerapan pemodelan langsung diperoleh 15,625 % (lima belas koma enam dua lima persen) atau setara dengan 5 (lima) siswa masih tetap kurang aktif berusaha belajar pidato berbahasa Jawa. Peningkatan respon dan ketertarikan siswa sebesar 28,125 % (dua puluh delapan koma satu dua lima persen) atau setara dengan 9 (tujuh) siswa menjadi lebih aktif berusaha belajar pidato berbahasa Jawa. Sehingga total siswa yang aktif berusaha belajar pidato berbahasa Jawa menjadi 84,375 % (delapan puluh empat koma tiga tujuh lima persen) atau setara 27 (dua puluh tujuh) siswa.
Berdasarkan hasil refleksi Lembar Angket Ketertarikan Siswa ( LP3 ) pada siklus I diperoleh 50% (Lima puluh persen) atau setara dengan 16 (enam belas) siswa menyatakan tidak tertarik ( memberikan Nilai 1 pada LP3 ) terhadap pengajaran Pidato berbahasa Jawa. Sedangkan pada siklus II setelah melalui revisi RPP dan penerapan pemodelan langsung diperoleh peningkatan ketertarikan sebesar 37,5% (tiga puluh tujuh koma lima persen) atau setara dengan 12 (dua belas) siswa menjadi tertarik dengan materi pidato berbahasa Jawa. Sedangkan sebesar 12,5 % (dua belas koma lima persen) atau setara 4 (empat) siswa masih tetap kurang tertarik. Sehingga total siswa yang tertarik belajar pidato berbahasa Jawa menjadi 87,5% (delapan puluh tujuh koma lima persen) atau setara 28 (dua puluh delapan) siswa.
Sedangkan berdasarkan Lembar Penilaian Aktifitas Guru (LP4) pada siklus I diperoleh data 60% (enam puluh persen) peneliti sudah aktif dan bertanggung jawab terhadap siswa dalam pembelajaran pidato berbahasa Jawa. Sedangkan pada siklus II diperoleh nilai pengamatan sebesar 80 % (delapan puluh persen) untuk penilaian tingkat keaktifan dan tanggung jawab peneliti terhadap siswa yang dilakukan oleh seorang teman sejawat pengajar bahasa Jawa sebagai Pengamat yang telah memberikan penilaian dan pengamatan secara obyektif. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan terhadap keaktifan dan tanggung jawab peneliti terhadap siswa sebesar 20 % (dua puluh persen).

Kesimpulan dan Saran
Berdasarkan data penelitian yang telah dilaksanakan secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa penerapan metode pemodelan (modeling) langsung mampu meningkatkan pencapaian nilai KKM siswa, tingkat keaktifan – respon siswa, dan tingkat ketertarikan siswa terhadap pembelajaran pidato berbahasa Jawa serta juga dapat meningkatkan tingkat keaktifan – tanggung jawab peneliti terhadap siswa dalam proses pengajaran pidato berbahasa Jawa dengan hasil peningkatan cukup signifikan, sehingga di kemudian hari diharapkan metode tersebut dapat dipakai dan diterapkan untuk meningkatkan pencapaian indikator dalam proses pengajaran pidato berbahasa Jawa oleh pihak lain yang membutuhkan.
Dalam Penelitian Tindakan Kelas ( PTK ) pengajaran pidato berbahasa Jawa, kendala terbesar yang dihadapi peneliti adalah sulitnya memotivasi siswa untuk mau menggunakan bahasa Jawa.
Dari pengalaman melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini peneliti menyarankan beberapa hal yang harus diperhatikan bagi yang akan menerapkan model pembelajaran ini, yaitu (1) Sebelum pembelajaran dimulai guru perlu memotivasi siswa terlebih dahulu agar timbul rasa percaya diri mereka, karena siswa akan mengungkapkan bahasa mereka sendiri berdasarkan pengalamannya serta harus tercipta suasana kelas yang kondusif untuk terlaksananya proses belajar, (2) Penilaian proses pembelajaran dilakukan seefektif mungkin agar dapat menghemat waktu. (3) Penjelasan tentang Kriteria Penilaian perlu dijelaskan untuk dipahami oleh siswa sebelum proses penilaian dimulai sehingga siswa dapat berlatih memiliki kesiapan untuk mencapai skor maksimal, (d) Penyampaian Peta konsep tentang hal-hal esensi yang perlu didiskripsikan agar membantu siswa dalam belajar dan berlatih untuk mencapai kompetensi yang diinginkan, (5) Siswa diusahakan belajar dalam kelompok, karena dengan berkelompok siswa akan belajar bersosialisasi, saling bertanya, saling memberikan pandangan, saling menilai, saling memotivasi, dan saling mengasah individu serta mampu mengukur kemampuan diri sendiri. Hal ini diharapkan akan menumbuhkan rasa percaya diri siswa, sikap saling menghormati, dan meminimalkan siswa yang memiliki kekurang percayaan diri dalam berbahasa secara lisan menggunakan Bahasa Jawa.


Daftar Rujukan
Sukendro, Tresno, Sukarman. 2009. Widya Basa Jawa IX . Surabaya : Erlangga
Arsyad, Maidar dan Mukti. 1988. Pembinaan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.
Anderson, RH. Pemilihan dan Penggunaan Media Pembelajaran. Jakarta: Universitas Terbuka dan pusat Antar Universitas di Universitas Terbuka.
Arsyad, Azhar. 1997. Media Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Hendrikus, Dori Wuwur. 2000. Retorika. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Iskandarwassid dan Dadang Sunendar. 2008. Strategi Pembelajaran Bahasa. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Madya, Suwarsih. 2009. Teori dan Praktik Penelitian Tindakan (Action
Research). Bandung: Alfabeta.
Rakhmat, Jalaluddin. 2009. Retorika Modern (Pendekatan Praktis). Bandung: Penerbit PT Remaja Rosdakarya.
Susilana, Rudi. 2007. Media Pembelajaran Hakikat, Pengembangan, Pemanfaatan, dan Penilaian. Bandung: CV Wacana Prima.
Suyata, Pujiati. 1995. Metodologi Penelitian Pengajaran Bahasa: Suatu Pendekatan Kuantitatif. Yogyakarta: FPBS IKIP Yogyakarta.
Sudjana, Nana. 2009. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar baru Algesindo.
Tarigan, Henry Guntur. 2008. Berbicara (sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa). Bandung: Angkasa.

Tindakan Aksi Nyata Modul 3.1.a.10

  Tindakan Aksi Nyata Modul 3.1.a.10 Pengambil Keputusan Sebagai Pemimpin Pembelajaran             Yekti Eriani, S.Pd CGP Angkatan 4...